Biografi ustadz Fadhlan (Muhammad Zaaf Fadhlan Rabbani Al-Garamatan)
Papua,
dikenal sebagai salah satu penghasil emas terbesar di Indonesia. Tak
hanya emas, sumber daya alam lainnya pun melimpah. Bumi cenderawasih
begitu kaya. Tapi ternyata, kekayaan itu tidak mengangkat derajat hidup
masyarakat di sana. Mayoritas masyarakat masih hidup miskin, bahkan
sebagaian besar penduduk asli masih tinggal di pedalaman.
Julukan
sebagai salah satu provinsi yang tertinggal lantas kerap disematkan
pada wilayah paling timur di Indonesia ini. Jika ada orang Papua yang
punya keistimewaan, mereka kerap dijuluki sebagai mutiara hitam. Dan
salah satu yang layak memperoleh ‘gelar’ itu adalah Muhammad Zaaf
Fadhlan Rabbani Al-Garamatan.
![]() |
| KH. Fadhlan Garamatan |
Pria
kelahiran Patipi, Fak-Fak, 17 Mei 1969 itu, adalah putra dari pasangan
Machmud Ibnu Abu Bakar Ibnu Husein Ibnu Suar Al-Garamatan dan Siti
Rukiah binti Ismail Ibnu Muhammad Iribaram. Sejak tahun 1985, ia memulai
dakwahnya di bumi Papua. Fadhlan, lebih senang menyebut Papua dengan
Nuu Waar.
Nuu
Waar adalah nama pertama untuk Papua, sebelum berubah menjadi Irian
Jaya, dan Papua saat ini. Nuu Waar, dalam bahasa orang Papua, berarti
cahaya yang menyimpan rahasia alam. “Papua dalam bahasa setempat berarti
keriting. Karena itu, komunitas Muslim lebih senang menyebutnya dengan
Nuu Waar dibandingkan Irian atau Papua,” ujar Ustaz Fadhlan kepada
Republika, Februari lalu.
Fadhlan
menegaskan, berdasarkan catatan sejarah, Islam adalah agama yang lebih
dulu masuk ke Nuu Waar, terutama di Fak-Fak, dibandingkan dengan
Kristen. Namun, karena misionaris lebih gencar menyebarkan paham
agamanya, maka jadilah agama ini tampak dominan. “Padahal, saat ini
jumlah umat Islam bisa lebih banyak dari orang Kristen di sana,”
ujarnya.
Karena
itulah, ustad yang selalu memakai gamis itu terpanggil untuk
mengembalikan kejayaan Islam ke bumi Nuu Waar. Di Fak-Fak khususnya,
terdapat kerajaan Islam pertama di Papua, dan Fadhlan adalah salah
seorang generasi kesekian dari kerajaan Islam itu. Nenek moyangnya dulu
adalah penguasa kerajaan Islam disana.
Sebagai
penanggung jawab meneruskan kerajaan Islam, Fadhlan berkewajiban untuk
membangkitkan kembali kejayaan Islam di Nuu Waar. Ia masuk keluar masuk
pedalaman, turun dan naik gunung menyebarkan Islam. Bahkan harus
berjalan kaki untuk mengenalkan dakwah Islam kepada penduduk setempat.
“Alhamdulillah, sudah banyak yang mengenal Islam.”
Lalu
mengapa dirinya tetap mau berdakwah ditengah sulitnya kondisi alam dan
luasnya wilayah dakwah? Bagi Fadhlan, disitulah tantangannya. “Kami
berkewajiban untuk menyampaikan risalah Islam. Jika di akhirat kelak
malaikat bertanya; “Mengapa ada saudaramu di pedalaman yang belum
memeluk Islam?” Itu berarti tanggung jawab kita semua, umat Muslim di
Indonesia, yang belum mampu mendakwahkan ajaran Islam dengan baik,”
terangnya.
Dalam
mengenalkan Islam kepada penduduk setempat tidaklah mudah. Banyak
tantangan dan rintangan yang dihadapi. Mulai dari soal luas wilayah,
kondisi alam yang sulit karena terjal, bebatuan, ada pegunungan, dan
lainnya. Namun, semua itu tidak membuat Fadhlan dan rekan-rekannya
berhenti dalam berdakwah.
“Dulu,
sebelum ada kapal Al Fatih Kafilah Nusantara (AFKN) 1 dan 2, untuk
mencapai tempat yang dituju, kami harus berjalan kaki, dan itu bisa
membutuhkan waktu hingga tiga bulan. Terkadang ada binatang buas juga.
Tapi itu semua adalah tantangan untuk diltaklukkan,” ujarnya.
Rintangan
bukan hanya soal kondisi alam saja, tetapi respon penduduk setempat.
“Terkadang ada juga yang melemparkan tombak bahkan panah. Ya, itu sudah
biasa kami alami. Itu belum seberapa dibandingkan perjuangan Rasulullah.
Beliau bahkan diusir dari negerinya (Makkah), karena ketidaksukaan
penduduknya menerima dakwah Rasul. Namun beliau tetap sabar. Karena itu
pula, kami pun harus sabar,” terangnya.
Begitu
beratnya tantangan dakwah, tak sedikit beberapa anggota dai yang dibawa
Fadhlan memilih kembali pulang. Mereka ngeri mendengar berbagai ancaman
yang ada. “Saya katakan, apakah mereka siap mati syahid? Dari 20 orang
yang bertahan hanya tujuh orang.”
Dengan
penuh kesabaran dan keikhlasan, serta tawakal kepada Allah, berbagai
usaha dan upayanya, kini membuahkan hasil. Sudah banyak penduduk Papua
yang menjadi Muslim. Ia menyebutkan sekitar 221 suku yang sudah memeluk
Islam. Jumlah warga tiap suku bervariasi, mulai dari ratusan sampai
ribuan. Jika dipukul rata tiap suku seribu orang, maka kerja keras Ustad
Fadlan sudah mengislamkan 220 ribu orang Papua pedalaman.
Ini
belum termasuk jumlah tempat ibadah yang dibangun. Mungkin ratusan
jumlahnya. Itulah mutiara, semakin diasah, maka akan makin mengkilap dan
bercahaya terang, seterang cahaya matahari. Kendati berwarna hitam,
namun mutiara tetaplah mutiara, dia akan selalu dicari. Dan mutiara
hitam itu bernama Fadhlan.







0 comments:
Post a Comment